Aspek Perseroan, Perbankan, Perasuransian Dan Perpajakan Dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Disusun Oleh :
Muhammad Abi Andara (14315449)
Nico Wijaya (15315050)
Latar Belakang
Pembangunan nasional yang menghasilkan perkembangan yang pesat dalam berbagai aspek kehidupan dengan fasilitas-fasilitas umum yang semakin meningkat dan modern melalui kemajuan teknologi merupakan hasil dari pembayaran pajak. Undang-undang yang dipakai untuk mengatur besarnya tarif pajak. tata cara pembayaran dan pelaporan pajak adalah Undang-undang No 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 36 tahun 2008. Oleh karena itu, pengembangan jasa konstruksi menjadi agenda publik yang penting dan strategis bila melihat perkembangan yang terjadi secara cepat dalam konteks globalisasi dan liberalisasi, kemiskinan dan kesenjangan, demokratisasi dan otonomi daerah, serta kerusakan dan bencana alam. Selain itu, perkembangan jasa konstruksi juga tidak bisa dilepaskan dari konteks proses transformasi politik, budaya, ekonomi, dan birokrasi yang sedang terjadi. Saat ini pengembangan jasa konstruksi dihadapkan pada masalah domestik berupa dinamika penguatan masyarakat sipil sebagai bagian dari proses transisi demokrasi di tingkat daerah dan nasional serta berkembangnya beragam model transaksi dan hubungan antara penyedia dengan pengguna jasa konstruksi dalam lingkup pemerintah dan swasta.Sejumlah tantangan tersebut membutuhkan upaya penataan dan penguatan kembali pengaturan kelembagaan dan pengelolaan sektor jasa konstruksi, untuk menjamin sektor konstruksi Indonesia dapat tumbuh, berkembang, memiliki nilai tambah yang meningkat secara berkelanjutan, profesionalisme dan daya saing. Salah satu upaya tersebut ditempuh dengan mengevaluasi pelaksanaan dan perbaikan terhadap Undang- 2 Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (untuk selanjutnya disebut “Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi”) yang telah berlaku selama 15 (lima belas) tahun.
Evaluasi dan perbaikan tersebut ditujukan untuk menjawab sejumlah persoalan saat ini dan ke depan. Pada prinsipnya, Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi mengatur jenis, bentuk, dan bidang usaha jasa konstruksi, pengikatan kontrak, tanggung jawab penyedia dan pengguna jasa, penataan partisipasi masyarakat jasa konstruksi, kegagalan bangunan, peran masyarakat jasa konstruksi, pembinaan, penyelesaian sengketa dan ketentuan pidana. Secara kontekstual akibat perubahan yang terjadi di tingkat masyarakat dan iklim usaha, beberapa ketentuan di dalam Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi perlu memperhatikan perkembangan usaha jasa konstuksi di tingkat global. Salah satunya terkait dengan aspek pembagian bidang usaha, dimana Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi membagi bidang usaha ke dalam Arsitek, Sipil, Mekanikal, Elektrikal, dan Tata Lingkungan (ASMET). Pada tingkat global sesuai dengan standar Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) usaha jasa konstruksi dibagi berdasarkan Central Product Classification (CPC). CPC menganut bidang usaha berdasarkan produk bukan ilmu yang dikembangkan di perguruan tinggi yang lebih cocok untuk pembagian dunia profesi. Selain itu, Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi belum menyentuh kenyataan bahwa jenis pekerjaan atau usaha jasa konstruksi bukan hanya perencanaan, penyelenggaraan, dan pengawasan, tetapi sudah berkembang berdasarkan product life cycle.
Batasan Masalah
Adapun berikut ini adalah rumusan masalah pada makalah ini, yaitu sebagai berikut:- Apa saja isi di aspek perpajakan ?
- Apa saja isi di aspek perseroan ?
- Apa saja isi aspek perseroan yang sering menimbulkan dampak hukum yang cukup luas untuk jasa konstruksi ?
Tujuan
tujuan untuk memberikan pemikiran baru sebagai bahan masukan kepada semua pihak yang bersangkutan, khususnya aspek perseroran, perbankan, perasuransian dan perpajakan. Tujuan dari ini adalah:- Untuk mengkaji tentang hukum perseroran, perbankan, perasuransian dan perpajakan terhadap jasa konstruksi.
- Untuk mencari dan mendapatkan solusi tentang hukum perseroran, perbankan, perasuransian dan perpajakan terhadap jasa konstruksi.
- Merumuskan jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi tentang Jasa Konstruksi.
Sistematika Penulisan
Sistematika Pembahasan laporan Kerja Praktek disajikan 3 bab. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang, tujuan, batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB 2 PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang landasan teori, aspek perseroan, aspek keuangan, peransuransian dan aspek perpajakan
BAB 3 PENUTUP
Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran
Landasan Teori
Aspek Perseroan
Sesungguhnya seluruh dokumen kontrak terutama kontrak/penjanjian itu sendiri adalah hukum. Pasal 1338 KUHper menyatakan bahwa seluruh perjanjian yang dibuat secara sah merupakan undang – undang bagi mereka yang membuatnya, beberapa contoh mengenai pasal – pasal dalam kontrak jasa konstruksi yang dengan hukum:- Penghentian sementara pekerjaan (Suspension of Work)
- Pengakhiran perjanjian/pemusatan kontrak (Termination)
- Penyelesaian perselisihan (Settlement of Dispute)
- Keadaan memaksa (Force Majeure)
- Hukum yang berlaku (Gorverning Law)
- Bahasa kontrak (Contract Languange)
- Domisili
- Penghentian Sementara Pekerjaan (Suspension of Work) Pada bagian ini harus dicantumkan tata cara pelaksanaannya, alasan-alasan serta akibatnya.
- Pengakhiran Perjanjian/Pemutusan Kontrak (Termination) Ketentuan mengenai pengakhiran perjanjian/Kontrak dituntut dalam PP No.29/2000 wajib dicantumkan di dalam Kontrak. Konsekuensi hukum yang timbul, hak-hak dan kewajiban para pihak, serta tata cara pemberitahuan mengenai pemutusan Kontrak harus diatur dengan jelas.
- Ganti Rugi Keterlambatan (Liquidated Damages) Menurut Perpres No.29/2000 uraian mengenai bagian ini tidak wajib dicantumkan. Namun bagian ini biasanya selalu dicantumkan untuk mengantisipasi bila terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
- Penyelesaian Perselisihan (Settlement of Dispute) Menurut Perpres No.29/2000 ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan harus dicantumkan dalam suatu Kontrak. Bagian ini mengatur tentang batas waktu musyawarah, dan jalur penyelesaian perselisihan melalui pengadilan, Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (PP No.29/2000 Pasal 49 ayat 1).
- Keadaan Memaksa (Force Majeure) Pada bagian ini mengatur tentang tata cara pemberitahuan, penanggulangan atas kerusakan dan tindak lanjut dari kejadian yang terjadi di luar kehendak/kemampuan Penyedia jasa maupun Pengguna Jasa.
- Hukum Yang Berlaku (Governing Law) Pada bagian ini harus dicantumkan hukum yang berlaku untuk mengantisipasi timbulnya perselisihan. PP No.29/2000 Pasal 23 ayat 6 menyatakan bahwa kontrak kerja harus tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia.
Setiap aspek perseorangan yang akan memberikan layanan Jasa Konstruksi menurut UU No. 2/2017 wajib memiliki Tanda Daftar Usaha Perseorangan. Begitu juga Setiap badan usaha Jasa Konstruksi yang akan memberikan layanan Jasa Konstruksi wajib memiliki Izin Usaha. Aspek Perseorangan diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada usaha orang perseorangan yang berdomisili di wilayahnya. Kewenangan ini juga sama untuk Izin Usaha yang berlaku bagi Badan Usaha atau Badan Hukum. Meskipun pemberian izin dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/kota, Aspek Perseorangan berlaku untuk melaksanakan kegiatan Usaha Jasa Konstruksi di seluruh wilayah Republik Indonesia. Untuk mendapatkan Sertifikat Badan Usaha, pelaku usaha atau badan usaha Jasa Konstruksi harus mengajukan permohonan kepada Registrasi ini dibuktikan dengan adanya tanda daftar pengalaman.
Daftar pengalaman ini, paling tidak terdapat nama paket pekerjaan, pengguna jasa, tahun pelaksanaan pekerjaan, nilai pekerjaan dan kinerja penyedia jasa. Semua data pengalaman menyelenggarakan Jasa Konstruksi tersebut harus yang sudah melalui proses serah terima. Kewajiban dan Tanggung Jawab Penyedia Jasa Konstruksi Tanggung jawab dalam pelaksanaan jasa kontruksi dalam hal ini berkaitan dengan kegagalan bangunan, Menurut Pasal 1 angka (10) UU No.2/2017 bahwa Kegagalan Bangunan adalah suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil Jasa Konstruksi. Kewajiban dalam setiap penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa harus memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan (SK4)). Hal ini diatur dalam Pasal 59 UU No.2/2017. Berkaitan hal ini maka ada kewajiban baik kepada pengguna jasa maupun penyedia jasa konstruksi agar memberikan pengesahan atau persetujuan terhadap beberapa hal, antara lain:
- Hasil pengkajian, perencanaan, dan/atau perancangan.
- Rencana teknis proses pembangunan, pemeliharaan, pembongkaran, dan/atau pembangunan kembali.
- Pelaksanaan suatu proses pembangunan, pemeliharaan, pembongkaran, dan/atau pembangunan kembali.
- Penggunaan material, peralatan atau teknolog.
- Hasil layanan Jasa Konstruksi
Sebab, apabila terjadi kegagalan bangunan, maka akan dilihat waktu kegagalan tersebut terjadi, untuk menentukan siapa yang dapat dimintai pertanggung jawaban. Pengaturannya sebagaimana dalam Pasal 65 UU No. 2/2017, yang menyatakan: Penyedia Jasa wajib bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan dalam jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan rencana umur konstruksi. Dalam hal rencana umur konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih dari 10 (sepuluh) tahun, Penyedia Jasa wajib bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penyerahan akhir layanan Jasa Konstruksi.
Pengguna Jasa konstruksi bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan yang terjadi setelah jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Ketentuan jangka waktu pertanggung jawaban atas Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dinyatakan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
Aspek Keuangan/Perbankan
Aspek – aspek keuangan/perbankan yang penting dalam suatu kontrak jasa konstruksi anatara lain adalah:- Nilai kontrak (Contract Amount)/Harga Borongan
- Cara Pembayaran (Method of payment)
- Jaminan – jaminan (Gurantee/bonds)
- Jaminan uang muka
- Jaminan pelaksana
- Jaminan perawatan atas cacat
Aspek peransuransian
Aspek peransuransian yang biasanya terdapat dalam kontrak konstruksi jasa adalah asuransi yang mencakup seluruh proyek termasuk jaminan kepada pihak ketiga dengan masa pertanggungan selama proyek berlangsung. Dalam aspek perasuransian, penerima manfaat (beneficiary) dari asuransi adalah pengguna jasa konstruksi tetapi yang membayar premi asuransi adalah penyedia jasa konstruksi. Hal penting dalam asuransi adalah premi harus dibayarkan untuk meyakinkan bahwa proyek tersebut berada di bawah tanggungan asuransi (Yasin 2014). Mengenai aspek perasuransian, pada FIDIC Red Book dicantumkan lebih jelas mengenai tanggung jawab penyedia dan pengguna jasa dalam hal asuransi. Pada SSUK, ketentuan mengenai asuransi merupakan tanggung jawab sepenuhnya untuk pihak penyedia jasa sehingga tidak terdapat tanggung jawab pengguna jasa konstruksi dalam hal ini.Aspek Perpajakan
Dalam suatu kontrak kontrusi terkandung aspek perpajakan, terutama yang berkaitan dengan nilai kontrak sebagai pendapatan penyedia jasa konstruksi. Jenis pajak yang terkai dengan jasa kontruksi adalah:- Pajak Pertambahan nilai (PPN)
- Pajak Penghasilan (PPh)
Dasar Hukum pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan jasa kontruksi siatur pada pasal 4 ayat 1 dan 2 UU No.7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No.17 Tahun 2000. Jenis asuransi umumnya dikenal dengan istilah contractor’s all dan third party liability assurance (CAR dan TPL). Biasanya penerima manfaat (beneficiary) dari asuransi ini adalah pengguna jasa tetapi yang membayar premi adalah penyedia jasa. Besarnya nilai premi ini dapat saja tercantum secara khusus dalam daftar bill of quantity (B0Q). Asuransi jenis lainnya biasanya terdapat dalam kontrak adalah asuransi tenaga kerja dan asuransi kesehatan.
Pajak
Pajak adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak baik orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Pajak kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang dengan tidak mendapatkan imbalan selara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan pasal (pasal 1 angka 1 UU KUP). pajak iuran wajib yang berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.Pajak iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi lain mengenai pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk pembiayaan pengeluaran rutin dan surplusnya yang digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk menbiayaan public investment. pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara angsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Pajak prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontra prestasi dan semata-mata digunakan untuk menuntut pengeluaran pengeluaran secara umum.
Kewajiban Perpajakan Jasa Konstruksi
Dalam ketentuan perpajakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tatacara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. Jasa kontruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Penyedia Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan. Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tarif Pajak Penghasilan untuk jasa konstruksi yang bersifat final:- 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa dengan kualifikasi usaha kecil.
- 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
- 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
- 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Makalah "Aspek Perseroan, Perbankan, Perasuransian Dan Perpajakan Dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi" dapat di download pada link berikut ini :
0 comments:
Post a Comment